drama
DRAMA
Drama adalah karya seni berupa dialog yang dipentaskan. Drama kerap dimasukkan dalam ranah kesusasteraan karena menggunakan bahasa sebagai media penyampai pesan.
Menurut jenisnya, pementasan drama dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu drama tragedi, drama komedi, melodrama, dan dagelan.
1.Drama tragedi adalah drama yang melukiskan kisah sedih. Tokoh-tokohnya menggambarkan kesedihan. Tokoh dalam drama tragedi ini disebut tragic hero artinya pahlawa yang mengalami nasib tragis.
2.Drama komedi adalah drama yang bersifat menghibur, di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir , dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Tokoh-tokoh dalam drama jenis ini biasanya tolol, konyol, atau bijaksana tetapi lucu.
3.Melodrama adalah cerita yang sentimental. Artinya tokoh dan cerita yang disuguhkan mendebarkan dan mengharukan. Tokoh dalam jenis drama ini biasanya digambarkan hitam-putih. Tokoh jahat digambarkan serba jahat, sebaliknya tokoh baik digambarkan sangat sempurna baiknya hingga tidak memiliki kesalahan dan kekurangan sedikit pun.
4.Dagelan (farce) adalah drama kocak dan ringan. Alurnya disusun berdasarkan perkembangan situasi tokoh. Isi cerita biasanya kasar dan fulgar. Drama jenis ini juga disebut komedi murahan atau komedi picisan.
Berdasarkan teknik pementasannya, drama dibedakan atas drama bentuk drama tradisional dan drama modern. Drama tradisional adalah seni drama yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat, bersifat spontan dan improvisatoris.
Sedangkan drama modern adalah drama yang bertolak dari hasil sastra yang disusun untuk suatu pementasan. Jadi, perbedaan utama antara drama tradisional dengan drama modern terletak pada tidak ada atau adanya naskah.
Drama tradisional dapat dikelompokkan menjadi:
1.drama tutur (lisan dan belum diperankan): kentrung, dalang jemblung,
2.drama rakyat (lisan, spontan, dan cerita daerah): randai, kethoprak,
3.drama wayang/klasik (segala macam wayang): wayang kulit, wayang beber, wayang golek, wayang orang, langendriyan,
4.drama bangsawan (dipengaruhi konsep teater Barat dan ditunjang pengaruh kebudayaan melayu dan Timur Tengah): komedi bangsawan, komedi stambul.
Drama modern dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.drama konvensional (sandiwara) adalah drama yang bertolak dari lakon drama yang disajikan secara konvensional.
drama kontemporer (teater mutakhir) adalah drama yang mendobrak konvensi lama dan penuh dengan pembaharuan, ide-ide baru, gagasan baru, penyajian baru, penggabungan konsep Barat-Timur.
Adapun unsur-unsur drama adalah:
1.Tema
2.Setting atau Latar
3.Alur atau Plot
4.Penokohan atau Perwatakan
5.Amanat
6.Bloking dan Akting
7.Tata Pentas.
Dalam Kurikulum 2006, analisis drama banyak diarahkan pada analisis tentang penokohan.
Tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan peran terhadap jalan cerita, ada tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis.
a. Tokoh protagonis adalah tokoh utama cerita yang pertama-tama menghadapi masalah. Tokoh ini biasanya didudukkan penulis sebagai tokoh yang memperoleh simpati pembaca/penonton karena memiliki sifat yang baik.
b. Tokoh antagonis adalah tokoh penentang tokoh protagonis.
c. Tokoh tritagonis disebut juga tokoh pembantu, baik membantu tokoh protagonis maupun antagonis.
2. Berdasarkan peran dalam lakon serta fungsinya, ada tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu.
a. Tokoh sentral adalah tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
b. Tokoh utama adalah pendukung atau penentang tokoh sentral. Mereka dapat berperan sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini, yang berperan sebagai tokoh utama ialah tokoh tritagonis.
c. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini hanya menurut kebutuhan cerita. Tidak semua lakon drama menghadirkan tokoh pembantu.
Mengenal dan memahami tokoh mutlak dilakukan oleh calon pemeran, sebab akan memungkinkannya mengenal benar hubungan tokoh yang akan diperankannya dengan tokoh-tokoh lainnya. Dengan demikian, akan memperjelas sifat dan perilaku tokoh yang harus diperankannya.
Membaca naskah dan memahami tokoh harus diikuti dengan latihan pementasan. Latihan-latihan ini meliputi:
1.latihan sikap, gerak atau perbuatan agar tidak canggung, tidak kaku , dan tidak overacting,
2.latihan blocking (perpindahan dari satu tempat ke tempat lain),
3.latihan dialog (pembicaraan dengan tokoh lain) secara tepat,
4.latihan gesture (gerakan tangan dan kaki) secara wajar,
5.latihan vokal dengan artikulasi yang tepat,
6.latihan menggambarkan watak secara wajar,
7.latihan mimik (ekspresi wajah) sehingga agar meyakinkan penonton,
8.latihan pantomimik (gerakan-gerakan tubuh), dan
latihan memanfaatkan segala properti dan situasi pentas dengan baik.
Yang perlu dipahami, dialog pemain tidak harus sama persis dengan yang tertulis dalam teks. Pemain boleh saja menambahi atau mengurangi agar tercapai tingkat penjiwaan yang lebih tinggi.
Drama adalah karya seni berupa dialog yang dipentaskan. Drama kerap dimasukkan dalam ranah kesusasteraan karena menggunakan bahasa sebagai media penyampai pesan.
Menurut jenisnya, pementasan drama dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu drama tragedi, drama komedi, melodrama, dan dagelan.
1.Drama tragedi adalah drama yang melukiskan kisah sedih. Tokoh-tokohnya menggambarkan kesedihan. Tokoh dalam drama tragedi ini disebut tragic hero artinya pahlawa yang mengalami nasib tragis.
2.Drama komedi adalah drama yang bersifat menghibur, di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir , dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Tokoh-tokoh dalam drama jenis ini biasanya tolol, konyol, atau bijaksana tetapi lucu.
3.Melodrama adalah cerita yang sentimental. Artinya tokoh dan cerita yang disuguhkan mendebarkan dan mengharukan. Tokoh dalam jenis drama ini biasanya digambarkan hitam-putih. Tokoh jahat digambarkan serba jahat, sebaliknya tokoh baik digambarkan sangat sempurna baiknya hingga tidak memiliki kesalahan dan kekurangan sedikit pun.
4.Dagelan (farce) adalah drama kocak dan ringan. Alurnya disusun berdasarkan perkembangan situasi tokoh. Isi cerita biasanya kasar dan fulgar. Drama jenis ini juga disebut komedi murahan atau komedi picisan.
Berdasarkan teknik pementasannya, drama dibedakan atas drama bentuk drama tradisional dan drama modern. Drama tradisional adalah seni drama yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat, bersifat spontan dan improvisatoris.
Sedangkan drama modern adalah drama yang bertolak dari hasil sastra yang disusun untuk suatu pementasan. Jadi, perbedaan utama antara drama tradisional dengan drama modern terletak pada tidak ada atau adanya naskah.
Drama tradisional dapat dikelompokkan menjadi:
1.drama tutur (lisan dan belum diperankan): kentrung, dalang jemblung,
2.drama rakyat (lisan, spontan, dan cerita daerah): randai, kethoprak,
3.drama wayang/klasik (segala macam wayang): wayang kulit, wayang beber, wayang golek, wayang orang, langendriyan,
4.drama bangsawan (dipengaruhi konsep teater Barat dan ditunjang pengaruh kebudayaan melayu dan Timur Tengah): komedi bangsawan, komedi stambul.
Drama modern dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1.drama konvensional (sandiwara) adalah drama yang bertolak dari lakon drama yang disajikan secara konvensional.
drama kontemporer (teater mutakhir) adalah drama yang mendobrak konvensi lama dan penuh dengan pembaharuan, ide-ide baru, gagasan baru, penyajian baru, penggabungan konsep Barat-Timur.
Adapun unsur-unsur drama adalah:
1.Tema
2.Setting atau Latar
3.Alur atau Plot
4.Penokohan atau Perwatakan
5.Amanat
6.Bloking dan Akting
7.Tata Pentas.
Dalam Kurikulum 2006, analisis drama banyak diarahkan pada analisis tentang penokohan.
Tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan peran terhadap jalan cerita, ada tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis.
a. Tokoh protagonis adalah tokoh utama cerita yang pertama-tama menghadapi masalah. Tokoh ini biasanya didudukkan penulis sebagai tokoh yang memperoleh simpati pembaca/penonton karena memiliki sifat yang baik.
b. Tokoh antagonis adalah tokoh penentang tokoh protagonis.
c. Tokoh tritagonis disebut juga tokoh pembantu, baik membantu tokoh protagonis maupun antagonis.
2. Berdasarkan peran dalam lakon serta fungsinya, ada tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu.
a. Tokoh sentral adalah tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
b. Tokoh utama adalah pendukung atau penentang tokoh sentral. Mereka dapat berperan sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini, yang berperan sebagai tokoh utama ialah tokoh tritagonis.
c. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini hanya menurut kebutuhan cerita. Tidak semua lakon drama menghadirkan tokoh pembantu.
Mengenal dan memahami tokoh mutlak dilakukan oleh calon pemeran, sebab akan memungkinkannya mengenal benar hubungan tokoh yang akan diperankannya dengan tokoh-tokoh lainnya. Dengan demikian, akan memperjelas sifat dan perilaku tokoh yang harus diperankannya.
Membaca naskah dan memahami tokoh harus diikuti dengan latihan pementasan. Latihan-latihan ini meliputi:
1.latihan sikap, gerak atau perbuatan agar tidak canggung, tidak kaku , dan tidak overacting,
2.latihan blocking (perpindahan dari satu tempat ke tempat lain),
3.latihan dialog (pembicaraan dengan tokoh lain) secara tepat,
4.latihan gesture (gerakan tangan dan kaki) secara wajar,
5.latihan vokal dengan artikulasi yang tepat,
6.latihan menggambarkan watak secara wajar,
7.latihan mimik (ekspresi wajah) sehingga agar meyakinkan penonton,
8.latihan pantomimik (gerakan-gerakan tubuh), dan
latihan memanfaatkan segala properti dan situasi pentas dengan baik.
Yang perlu dipahami, dialog pemain tidak harus sama persis dengan yang tertulis dalam teks. Pemain boleh saja menambahi atau mengurangi agar tercapai tingkat penjiwaan yang lebih tinggi.
unsur kalimat
Setiap kalimat memiliki
unsur penyusun kalimat. Gabungan dari unsur-unsur kalimat akan membentuk
kalimat yang mengandung arti. Unsur-unsur inti kalimat antara lain SPOK :
a. Subjek / Subyek (S)
Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama
kalimat. Subjek menentukan kejelasan makna kalimat. Penempatan subjek yang
tidak tepat, dapat mengaburkan makna kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat
berfungsi:
(1) membentuk kalimat dasar, kalimat luas,
kalimat tunggal, kalimat majemuk,
(2) memperjelas makna,
(3) menjadi pokok pikiran,
(4) menegaskan makna,
(5) memperjelas pikiran ungkapan,
(6) membentuk kesatuan pikiran.
Ciri-ciri subjek:
1. jawaban apa atau siapa
2. didahului kata bahwa
3. berupa kata atau frasa benda (nomina)
4. disertai dengan kata ini atau itu
5. disertai pewatas yang
6. kata sifat didahului kata si atau sang: si cantik, si hitam, sang perkasa
7. tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan lain-lain.
8. tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan.
Contoh Subjek :
Jawaban atas Pertanyaan Apa atau Siapa kepada
Predikat.
1. Hadi memelihara binatang
Siapa memelihara? Jawab : Hadi. (maka Hadia adalah Subjek (S)
1. Hadi memelihara binatang
Siapa memelihara? Jawab : Hadi. (maka Hadia adalah Subjek (S)
2. Meja itu dibeli oleh paman.
Apa dibeli ? = jawab Meja
3. Biasanya disertai kata itu,ini,dan yang (yang ,ini,dan itu juga sebagai pembatas antara subyek dan predikat).
Anak itu membawa bukuku
S P
b. Predikat (P)
Predikat adalah bagian yang memberi
keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu. Memberi
keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri tentulah menyatakan apa yang
dikerjakan atau dalam keadaan apakah subjek itu. Oleh karena itu, biasanya
predikat terjadi dari kata kerja atau kata keadaan .Kita selalu dapat bertanya
dengan memakai kata tanya mengapa, artinya dalam keadaan apa, bagaimana, atau
mengerjakan apa?.
Ciri-ciri predikat:
1. jawaban mengapa, bagaimana
2. dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan
3. dapat didahului keterangan aspek: akan, seudah, sedang, selalu, hampir
4. dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain
5. tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek
6. didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni
7. predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat atau bilangan.
1. jawaban mengapa, bagaimana
2. dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan
3. dapat didahului keterangan aspek: akan, seudah, sedang, selalu, hampir
4. dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain
5. tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek
6. didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni
7. predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat atau bilangan.
c. Objek (O)
Subjek dan predikat cenderung muncul secara eksplisit dalam kalimat, namun objek tidaklah demikian halnya. Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif mempunyai objek. Biasanya, predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya: mengembalikan, mengumpulkan; me-i, misalnya: mengambili, melempari, mendekati.
Subjek dan predikat cenderung muncul secara eksplisit dalam kalimat, namun objek tidaklah demikian halnya. Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif mempunyai objek. Biasanya, predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya: mengembalikan, mengumpulkan; me-i, misalnya: mengambili, melempari, mendekati.
Dalam kalimat, objek berfungsi:
(1) membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat
transitif,
(2) memperjelas makna kalimat
(3) membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran.
Ciri-ciri objek:
1. berupa kata benda
2. tidak didahului kata depan
3. mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif
4. jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif
5. dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan.
Ciri-ciri objek:
1. berupa kata benda
2. tidak didahului kata depan
3. mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif
4. jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif
5. dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan.
d. Keterangan (K)
Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat; misalnya, memberi informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. Keterangan ini dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa ditandai oleh preposisi, seperti di, ke, dari, dalam, pada, kepada, terhadap, tentang, oleh, dan untuk. Keterangan yang berupa anak kalimat ditandai dengan kata penghubung, seperti ketika, karena, meskipun, supaya, jika, dan sehingga.
Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat; misalnya, memberi informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. Keterangan ini dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa ditandai oleh preposisi, seperti di, ke, dari, dalam, pada, kepada, terhadap, tentang, oleh, dan untuk. Keterangan yang berupa anak kalimat ditandai dengan kata penghubung, seperti ketika, karena, meskipun, supaya, jika, dan sehingga.
Berikut ini beberapa ciri unsur keterangan
:
a. Bukan Unsur Utama
Berbeda dari subjek, predikat, objek, dan pelengkap, keterangan merupakan unsur tambahan yang kehadirannya dalam struktur dasar kebanyakan tidak bersifat wajib.
a. Bukan Unsur Utama
Berbeda dari subjek, predikat, objek, dan pelengkap, keterangan merupakan unsur tambahan yang kehadirannya dalam struktur dasar kebanyakan tidak bersifat wajib.
b. Tidak Terikat Posisi
Di dalam kalimat, keterangan merupakan unsur kalimat yang memiliki kebebasan tempat. Keterangan dapat menempati posisi di awal atau akhir kalimat, atau di antara subjek dan predikat.
Jenis Keterangan
Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat.
1. Keterangan Waktu
Keterangan waktu dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa kata adalah kata-kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin, besok, sekarang, kini, lusa, siang, dan malam. Keterangan waktu yang berupa frasa merupakan untaian kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin pagi, hari Senin, 7 Mei, dan minggu depan. Keterangan waktu yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor yang menyatakan waktu, seperti setelah, sesudah, sebelum, saat, sesaat, sewaktu, dan ketika.
Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat.
1. Keterangan Waktu
Keterangan waktu dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa kata adalah kata-kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin, besok, sekarang, kini, lusa, siang, dan malam. Keterangan waktu yang berupa frasa merupakan untaian kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin pagi, hari Senin, 7 Mei, dan minggu depan. Keterangan waktu yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor yang menyatakan waktu, seperti setelah, sesudah, sebelum, saat, sesaat, sewaktu, dan ketika.
2. Keterangan Tempat
Keterangan tempat berupa frasa yang menyatakan tempat yang ditandai oleh preposisi, seperti di, pada, dan dalam.
Keterangan tempat berupa frasa yang menyatakan tempat yang ditandai oleh preposisi, seperti di, pada, dan dalam.
3. Keterangan Cara
Keterangan cara dapat berupa kata ulang, frasa, atau anak kalimat yang menyatakan cara. Keterangan cara yang berupa kata ulang merupakan perulangan adjektiva. Keterangan cara yang berupa frasa ditandai oleh kata dengan atau secara. Terakhir, keterangan cara yang berupa anak kalimat ditandai oleh kata dengan dan dalam.
4. Keterangan Sebab
Keterangan sebab berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan sebab yang berupa frasa ditandai oleh kata karena atau lantaran yang diikuti oleh nomina atau frasa nomina. Keterangan sebab yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor karena atau lantaran.
5. Keterangan Tujuan
Keterangan ini berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan tujuan yang berupa frasa ditandai oleh kata untuk atau demi, sedangkan keterangan tujuan yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor supaya, agar, atau untuk.
6. Keterangan Aposisi
Keterangan aposisi memberi penjelasan nomina, misalnya, subjek atau objek. Jika ditulis, keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (--), atau tanda kurang.
Perhatikan contoh berikut.
Dosen saya, Bu Erwin, terpilih sebagai dosen teladan.
7. Keterangan Tambahan
Keterangan tambahan memberi penjelasan nomina (subjek ataupun objek), tetapi berbeda dari keterangan aposisi. Keterangan aposisi dapat menggantikan unsur yang diterangkan, sedangkan keterangan tambahan tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan. Seperti contoh berikut.
Siswanto, mahasiswa tingkat lima, mendapat beasiswa.
Keterangan tambahan (tercetak miring) itu tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan yaitu kata Siswanto.
8. Keterangan Pewatas
Keterangan pewatas memberikan pembatas nomina, misalnya, subjek, predikat, objek, keterangan, atau pelengkap. Jika keterangan tambahan dapat ditiadakan, keterangan pewatas tidak dapat ditiadakan. Contohnya sebagai berikut.
Mahasiswa yang mempunyai IP tiga lebih mendapat beasiswa.
Contoh diatas menjelaskan bahwa bukan semua mahasiswa yang mendapat beasiswa, melainkan hanya mahasiswa yang mempunyai IP tiga lebih.
e. Pelengkap (Pel)
Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap. Berikut ciri-ciri pelengkap.
Di Belakang Predikat
Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada kalimat berikut.
a) Diah mengirimi saya buku baru.
b) Mereka membelikan ayahnya sepeda baru.
Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat.
Hasil jawaban dari predikat dengan pertanyaan apa.
Contoh :
a. Pemuda itu bersenjatakan parang.
Kata parang adalah pelengkap.
Bersenjatakan apa ? jawab parang ( maka parang sebagai pelengkap )
b. Budi membaca buku.
Membaca apa ? jawab buku (buku sebagai obyek karena dapat
menempati Subyek)
Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap. Berikut ciri-ciri pelengkap.
Di Belakang Predikat
Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada kalimat berikut.
a) Diah mengirimi saya buku baru.
b) Mereka membelikan ayahnya sepeda baru.
Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat.
Hasil jawaban dari predikat dengan pertanyaan apa.
Contoh :
a. Pemuda itu bersenjatakan parang.
Kata parang adalah pelengkap.
Bersenjatakan apa ? jawab parang ( maka parang sebagai pelengkap )
b. Budi membaca buku.
Membaca apa ? jawab buku (buku sebagai obyek karena dapat
menempati Subyek)
makalah metafora
MAKALAH
RUMPUN BAHASA
METAFORA
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Semantik
Disusun oleh
: 1. Vilia Devi Astriana (1513500076) (5F)
Dosen Pengampu : Robbani
Putri Gusnan, S.Pd
Mata Kuliah :
Semantik
PENDIDIKAN BAHASA
SASTRAINDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI
TEGAL
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fenomena bahasa akan terus bermunculan seiring dengan
perkembangan zaman. Fenomena bahasa ini muncul karena sifat bahasa yang
dinamis. Kehidupan manusia sebagai pengguna bahasa yang tidak tetap dan selalu
bergerak menyebabkan bahasa selalu berubah. Oleh karena itu fenomena-fenomena
bahasa akan terus muncul karena keterikatan manusia dengan bahasa yang sangat
erat.
Melihat kemajuan dan penggunaan bahasa yang cukup
signifikan dan beragam menjadikan pemakai bahasa harus berpikir jeli dalam
mengemasnya menjadi kumpulan kata atau kalimat yang menarik, dinamis, khas dan
unik, berbobot, elegan serta persuasif agar pesan dapat di terima dan di pahami
dengan mudah dan jelas. Pilihan untuk menggunakan bahasa lugas dengan
konsep-konsep konkrit merupakan salah satu upaya penyampai pesan dalam
menghindari penafsiran-penafsiran ganda. Namun ketika konsep-konsep konkrit
tersebut tidak dapat membangkitkan gambaran yang lebih menarik, variatif dan
mudah diingat dalam pikiran penerima pesan, tantangan yang harus dihadapi
adalah merubahnya menjadi suatu gambaran sederhana yang mudah dipahami dengan
melibatkan konsep-konsep abstrak dan pengalaman hidup atau cara pandang di
dalamnya. Oleh karena itu penulis akan membahas tentang Metafora atau gaya
bahasa beserta jenis dan contohnya.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pemakalah
membatasi permasalahan dalam makalah ini, sebagai berikut
1.
Apa pengertian Metafora menurut para
ahli ?
2.
Apa saja jenis-jenis Metafora dan
bagaimana contohnya ?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan dari makalah ini ialah,
sebagai berikut
1.
Mengetahui pengertian Medan Makna
menurut Para Ahli
2.
Mengetahui jenis-jenis Metafora dan
contohnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Metafora
Metafora
mengandung unsur-unsur yang kadang-kadang tidak di sebutkan secara eksplisit. Metafora
menurut Moeliono, (2008: 580) Metafora
adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya,
melainkan sebagai lukisan yang mendasarkan persamaan atau perbandingan.
Menurut Kridalaksana (2003: 106) Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep
lain berdasarkan kias atau persamaan.
Menurut Keraf (2007: 139) Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung,
tetapi dalam bentuk singkat.
Menurut Stephen Ullman (1972:203) Metaphore is the thing we are talking about and that to which we are
comparing it (Metafora adalah sesuatu yang
sedang kita perbincangkan dan sesuatu yang kita perbandingkan dengannya.
Referen yang pertama disebut tenor, sedangkan referen yang kedua disebut
wahana.
Menurut Subroto (2006: 46) Metafora, yaitu gaya bahasa yang
dibentuk karena terdapat kesamaan atau kemiripan antara tenor dengan wahana.
Tenor itu diperbandingkan atau di persamakan atau di identifikasikan sebagai wahana.
Menurut Pradopo (1994:66) Metafora merupakan bentuk
perbandingan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.
Lakoff dan Johnson (2003:3) menyatakan bahwa metafora
merupakan suatu hal yang di peroleh dan di mengerti secara kognitif dari
pengalaman hidup sehari-hari. Metafora bukan hanya sebuah ucapan atau perkataan
tetapi juga sebagai suatu cara atau strategi seseorang untuk menyampaikan
pemikirannya dengan bahasa metaforis.
Evans dan Green (2006:38) menyebutkan bahwa Metafora
adalah suatu fenomena di mana suatu ciri dalam sebuah hal secara sistematis
terstruktur dalam hal lain.
B.
Jenis-jenis Metafora dan Contohnya
Metafora sebagai pembanding langsung
tidak menggunakan kata-kata seperti dan lain-lain, sehingga
pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Salah satu unsur yang
dibandingkan, yaitu citra, memiliki sejumlah komponen makna dan biasanya hanya
satu dari komponen makna tersebut yang relevan dan juga dimiliki oleh unsur
kedua, yaitu topik. Berikut adalah jenis-jenis Metafora dan contohnya
a. Jenis Metafora menurut Mansoer Pateda
1.
Metafora Antropormorfis
2.
Metafora Binatang
3.
Metafora Sinestik
b. Jenis Metafora menurut Ulman
1.
Metafora Antropormorfis
2.
Metafora Binatang
3.
Metafora Sinestik
4. Metafora dari Konkrit ke Abstrak
Berikut
penjelasan dari metafora di atas beserta contohnya
1.
Metafora Antropormorfis
Yaitu Metafora yang di namai berdasarkan nama-nama
bagian tubuh manusia atau
sebaliknya, nama bagian tubuh manusia dinamai berdasarkan nama bagian tubuh
binatang atau benda-benda mati lainnya.
Contohnya sebagai berikut
1) Daun
telinga : Muslih mempunyai daun
telinga yang lebar
2) Lidah
tajam : Lidah tajamnya mulai keluar
3) Hidung
belang : Pak rono adalah laki-laki hidung belang
4) Tangan
kursi : Buatlah tangan kursi yang
bagus
2. Metafora Bintang
Yaitu Metafora yang bersumber dari dunia Binatang,
pemberian nama di dasarkan sifat-sifat binatang dan unsur-unsur tubuh Binatang.
Contonya sebagai berikut
1) Mengepakkan
sayapnya : Raisya telah mengepakkan
sayapnya
2) Anjing
dan kucing : Kalian bertengkar
terus bagaikan anjing dan kucing
3) Kuping
gajah
4) Kumis
kucing
3. Metafora Sinestik
Yaitu metafora yang di ciptakan berdasarkan pada
pengalihan indra yang satu ke indra yang lain.
Contohnya sebagai berikut
1) Sikapnya
kasar : Lana adalah laki-laki jahat dan
sikapnya kasar
2) Musiknya
keras : Musiknya keras sekali sampai aku tak mengikutinya
3) Sedap
di pandang mata
4. Metafora Konkrit ke
Abstrak
Kata bintang secara leksikal mengacu pada benda angkasa yang
bersinar cemerlang, dan bersifat konkret. Abstraknya yaitu bintang tamu, bintang kelas dan
bintang radio
Contoh
lain sebagai berikut
1) Kepala : Kepala rumah tangga, kepala Desa dan
kepala sekolah
2) Kembang : Kembang desa dan kembang Api
3) Tiang : - Menjadi tiang keluarga tidaklah
mudah
- Si tiang listrik bersolek menyolok
Adapun jenis Metafora lain menurut Pateda
dan Pradoko yaitu
1.
Metafora mati
Yaitu
metafora yang sudah tidak dapat di tentukan makna konotasinya, langsung
mengarah pada makna sebenarnya.
Contohnya yaitu
1) Lengan
kursi : Lengan kursi itu patah
2) Mulut
botol
2. Metafora hidup
Yaitu metafora yang masih dapat di tentukan makna
dasar dari konotasinya.
Contohnya yaitu
1) Pohon
itu melambai-lambai terkena hembusan angin
2) Kegelapan
malam menelan bumi
3) Mobilnya
berlari sangat kencang
III.
PENUTUP
A.
Simpulan
Menurut kami Metafora adalah suatu strategi untuk
menyampaikan pesan menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain secara
implisit dengan membandingkan suatu hal yang abstrak dengan hal konkret.
Jenis-jenis Metafora yaitu, Metafora Antropormorfis, Metafora Binatang, Metafora
Sinestik, Metafora dari Konkrit ke Abstrak, Metafora mati dan Metafora hidup.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh
dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Mempelajari Metafora tidaklah
mudah, maka dari itu perlu adanya pembelajaran yang lebih dalam tentang
Metafora.
DAFTAR PUSTAKA
Langganan:
Komentar (Atom)
